Nabi Hud dan Kaumnya

Bookmark and Share
Oleh: Ulis Tofa, Lc

Kirim Print
Kaum Nabi Hud a.s. dinamakan kaum Ad, sebutan ini diambil dari kabilah tertua dan terbesar di antara mereka. Mereka menempati di sebuah bukit-bukit pasir di antara Yaman dan Oman. Sepanjang waktu mereka hidup aman, damai, dan sejahtera. Allah swt. memberi nikmat yang melimpah, kebaikan yang banyak, dan sumber mata air memancar deras. Mereka bercocok tanam, menggarap kebun-kebun, dan membangun gedung-gedung yang kokoh sebagai tempat tinggal. Mereka dikaruniai fisik besar dan kuat. Mereka dikaruniai Allah sesuatu yang tidak diberikan kepada yang lainya di muka bumi ini.


Taklid Buta

Namun, mereka tidak memikirkan prinsip penciptaan ini. Mereka tidak berusaha mencari tahu sumber dari semua kenikmatan itu. Justru akal dan tabiat mereka menyimpang. Mereka menjadikan patung-patung sebagai tuhan, tempat sujud dan meminta. Ketika mereka mendapatkan kebaikan mereka berterimakasih kepada patung-patung tersebut, atau ketika mereka ditimpa keburukan mereka pun mengadu kepadanya.

Lebih dari itu, mereka berbuat kerusakan di muka bumi, yang kuat menghinakan yang lemah, yang tua memusuhi yang muda.

Akhirnya Allah swt. berkehendak –memberikan pelajaran kepada orang-orang kuat, meneguhkan orang-orang lemah, meluluhkan jiwa yang jahil, dan menghilangkan kebutaan mata hati mereka– dengan mengutus Rasul di tengah-tengah mereka, dari kalangan mereka, berbicara dengan bahasa mereka, berdialog dengan metoda mereka, mengarahkan kepada Dzat Pencipta, menjelaskan kesalahan ibadah mereka, sebagai ramat dan kemuliaan dari Allah swt. kepada mereka.

Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dan kalian hanyalah mengada-adakan saja.” (Huud: 50)

Hud berasal dari keturanan terbaik di antara mereka, berakhlak mulia, sangat santun, dan lapang dada, maka Allah swt memilihnya untuk menjadi pemegang amanah risalah-Nya dan penyeru dahwah-Nya, agar akal pikiran mereka terbuka dan terbebas dari kesesatan, serta jiwa yang kembali hanif.

Hud melaksanakan perintah dengan amanah, menjalankan risalah dengan penuh tanggung jawab. Hud bermujahadah dalam segala amal dakwahnya sebagaimana pelaku dakwah bermujahadah. Ia keluar berdakwah di tengah-tengah kaumnya, menjelaskan kemungkaran patung-patung dan tata cara peribadatan mereka.

Lupa Sejarah Pendahulu

Hud bertanya, “Wahai kaumku, apa itu batu-batu yang kalian ukir, kemudian kamu jadikan sebagai sesembahan? Apa madharat dan manfaatnya? Sekali-kali itu tidak membawa manfaat buat kalian, juga tidak dapat menolak bahaya dari kalian. Perbuatan itu hanya menistakan akal pikiran kalian dan menghinakan kehormatan kalian.

Wahai kaumku, ada Tuhan Esa yang berhak kalian sembah. Tuhan yang lebih layak kalian bersimpuh dihadapan-Nya. Dia-lah Dzat yang menciptakan kalian dan membagi jatah rezeki kalian. Dia-lah Dzat yang menghidupkan kalian, sekaligus mematikan kalian. Dia telah meneguhkan kehidupan kalian di muka bumi. Dia menumbuhkan tanaman untuk kalian. Dia mengaruniai kalian fisik yang kuat. Dia memberkahi binatang ternak kalian. Karena itu berimanlah kepada-Nya. Jangan sampai kalian menyimpang dari kebenaran, atau bersikap sombong terhadap-Nya, sehingga kalian akan ditimpa malapetaka sebagimana kaum Nabi Nuh a.s. sebelumnya. Padahal masa kalian dan masa kaum Nabi Nuh yang dihancurkan tidaklah terlalu jauh.”

”Hai kaumku, Aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (Huud: 51)

Hud menerangkan demikian dengan harapan seruannya sampai di relung jiwa mereka sehingga mereka mau beriman, atau membuka pikiran mereka sehingga mereka mau berpikir dan mendapatkan petunjuk. Akan tetapi ia melihat wajah-wajah gusar, tidak sedikit mata memerah ketika mendengar perkataan yang sebelumnya tidak pernah mereka dengar.

Penolakan Karena Kebodohan

Mereka menjawab: Apa yang kamu bawa dan kamu ajarkan, wahai Hud? Bagaimana kamu menghendaki kami menyembah Allah saja tanpa ada sekutu? Sesungguhnya kami menyembah patung-patung itu, agar patung-patung itu mendekatkan kami kepada-Nya, dan agar patung-patung itu memberi syafaat atas izin-Nya.

Hud menerangkan: Wahai kaumku, sesungguhnya Allah swt. Ahad, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan penyembahan terhadap-Nya saja merupakan ibadah yang paling mulia, paling inti dan puncaknya. Dia sangat dekat, tidaklah jauh. Dia lebih dekat dari kalian dibandingkan urat nadi kalian sendiri.

Adapun patung-patung yang kalian sembah dalam rangka untuk mendekatkan kepada-Nya, atau untuk memperoleh syafaat dari sisi-Nya tidak lain justru menjauhkan kalian dari-Nya, meskipun kalian menyangka kalian dekat. Perbuatan ini juga menunjukkan kalian jahil, pada waktu yang bersamaan kalian menyangka berpengetahuan.

Mereka berpaling seraya berkata: Kamu tidak lain hanyalah orang dungu dan tidak bersahabat. Kamu menjelekkan cara ibadah kami, kamu menghina kami atas apa yang telah kami warisi dari nenek moyang kami. Kamu ini siapa? Apa kedudukan kamu diantara kami? Kamu seperti kami juga, kamu makan sebagimana kami makan, kamu minum sebagaiman kami minum, kamu hidup layaknya kami hidup, tidak ada bedanya. Mengapa Allah mengkhususkan kamu membawa risalah-Nya? Dan memilih kamu untuk mengemban dakwah-Nya? Kami menyangka kamu tiada lain adalah pembohong.

Hud menjawab: Wahai kaumku, aku tidaklah dungu, tidak juga bodoh. Aku hidup ditengah-tengah kalian bertahun lamanya dan kalian tidak mengingkari diriku sedikit pun. Kalian tidak pernah mendapati aku berbuat aneh. Sehingga tidaklah mengherankan jika Allah swt memilih salah seorang dari kaum-Nya untuk mengemban risalah-Nya dan menyeru dakwah-Nya? Justru yang aneh jika Allah swt meninggalkan manusia dalam kondisi sia-sia tanpa ada seorang Rasul, dibiarkan tidak ada penyeru kebaikan dan pelaku kebenaran. Karena itu gunakanlah akal kalian untuk berfikir, memandang hakekat alam raya dengan penglihatan kalian, pasti kalian akan menyimpulkan bahwa Allah Ahad dalam segalanya: dalam sistem yang sangat menakjubkan ini, dalam penciptaan yang hebat ini, dalam cakrawala yang berputar ini, dan bintang yang berkelip:

Dalam segala sesuatu menunjukkan tanda

Bahwa Dia Dzat yang Esa

Maka berimanlah kepada-Nya, minta ampunlah kepada-Nya pasti Dia akan menurunkan hujan dengan deras, harta yang melimpah, fisik yang bertambah kuat.

Dan (Dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (Huud: 53)

Ketahuilah bahwa setelah kalian mati, kalian akan dibangkitkan kembali. Barangsiapa melakukan kebaikan, maka kebaikan itu untuknya. Sebaliknya siapa mengerjakan keburukan, ia menanggung akibatnya. Maka merenunglah untuk kebaikan diri kalian. Persiapkan dunia kalian untuk kehidupan yang kekal abadi di akhirat kelak. Dan sungguh aku telah menjalankan tugas yang diamanahkan kepadaku, aku telah memberi peringatan yang jelas kepada kalian.

Mereka menjawab: Tidak diragukan lagi, bahwa salah satu tuhan kami telah merasuki dirimu, sehingga pikiranmu kacau. Kamu berbicara yang tidak ada kenyataannya kecuali hanya di angan-angan kamu belaka. Apa gunanya istighfar, toh kami mendapatkan hidup yang serba kecukupan. Apa itu kebangkitan setalah kematian, tidak mungkin kami dihidupkan lagi setelah tulang-tulang kami lebur menjadi tanah! Sungguh aneh kamu! Kehidupan ini hanyalah di dunia saja, kami mati dan hidup dan tidak ada yang menghancurkan kami kecuali masa.

”Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami Telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Huud menjawab: “Sesungguhnya Aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (Huud: 54)

Kemudian apa itu adzab yang kamu janjikan kepada kami? Kami tidak takut atas apa yang kamu ucapkan. Kami tidak meninggalkan peribadatan tuhan-tuhan kami. Datangkan apa yang kamu janjikan jika kamu orang yang benar.

Berdakwah Tanpa Kenal Lelah

Ketika sudah nyata penolakan dari mulut-mulut mereka, Hud bergumam: ”Saya bersaksi kepada Allah, bahwa saya telah menyampaikan risalah-Nya tanpa saya kurangi sedikit pun. Saya sudah bermujahadah dengan segenap kemampuanku dan aku sama sekali tidak mengabaikannya. Aku akan terus berdakwah dan terus berjihad, aku tidak peduli dengan tipu daya kalian. Aku tidak takut ancaman kalian. Aku bertawakal kepada Allah swt., Tuhan saya dan Tuhan kalian. Tidaklah setiap yang melata di muka bumi kecuali Dia yang menggenggamnya.

”Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala sesuatu.” (Huud : 57)

Hud tetap menyeru, sedangkan kaumnya terus berpaling. Sampai suatu ketika langit hitam pekat tanda segera hujan. Mereka menemui Hud seraya berkata: Mendung datang pertanda hujan akan segera turun.

Tidak! Jawab Hud tegas, mendung ini bukanlah mendung rahmat, akan tetapi ia membawa angin kehancuran, inilah yang kalian tantang ketika itu: angin pembawa adzab yang pedih.

Benar apa yang dikatakan Hud. Mereka melihat kendaraan dan binatang yang mereka gembalakan di padang sahara diterbangkan dan dilemparkan ke tempat yang sangat jauh. Sontak mereka takut, kalang kabut, melarikan diri, bersembunyi di rumah mereka. Mereka tutup rapat-rapat pintu rumah dengan harapan bisa selamat. Akan tetapi bala’ telah meluas dan khitab berlaku umum: yaitu jika angin menerbangkan kerikil sahara, selama tujuh malam dan delapan hari berturut-turut, hingga kaum itu bergelimpangan, laiknya ranting kering yang berjatuhan. Sejarah mereka terabadikan. Cerita mereka menjadi pelajaran.

”Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah. Sesungguhnya kaum ‘Ad itu kafir kepada Tuhan mereka. Ingatlah kebinasaanlah bagi kaum ‘Ad (yaitu) kaum Huud itu.” (Huud: 60)

Hud dan orang yang mengikutinya selamat di tempat-tempat mereka tinggal. Sekeliling mereka dihantam badai dan diterjang batu, namun mereka aman dan tenang di bawah lindungan Tuhannya, sampai angin kembali normal seperti semula.

”Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami. Dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.” (Huud: 58)

Semua tandus, seakan tiada kehidupan lagi. Nabi Hud a.s. pindah ke Hadramaut dan menghabiskan umurnya di sana.

Sungguh, banyak pelajaran berharga dari kisah Nabi Hud di atas bagi orang-orang yang berfikir. Allahu A’lam.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/nabi-hud-dan-kaumnya/



Share

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger