Aku Rela Bayi Itu Untuknya

Bookmark and Share
Oleh: Mochamad Bugi

Kirim Print
dakwatuna.com - Tidak banyak orang yang tahu jika di tepi hutan itu tinggal dua orang keluarga. Para suami di keluarga itu adalah teman akrab yang sudah lama menjalin persahabatan. Tidak heran jika mereka masing-masing berkeluarga dalam waktu yang bersamaan. Mereka mempunyai bayi dalam waktu yang hampir sama pula. Hari ini, keduanya bepergian ke luar daerah untuk beberapa minggu karena sebuah urusan. Mereka tidak terlalu khawatir meninggalkan istri-istrinya karena satu sama lain sudah seperti saudara saja layaknya.

Satu ketika ada seekor serigala buas menerkam dan memakan salah seorang anak mereka tatkala kedua perempuan itu tengah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Mereka berdua memang terbiasa meninggalkan bayi-bayi itu di ayunan di pinggir hutan di waktu siang.

Keduanya ketakutan. Sebenarnya sudah jelas sekali bahwa yang dimangsa adalah bayi si wanita yang tubuhnya gemuk. Sedangkan bayi dari perempuan yang agak kurus hanya menderita luka akibat cakaran serigala itu.

Akan tetapi, karena sangat takut dimarahi oleh suaminya, perempuan yang gemuk bersikeras bahwa yang selamat adalah anaknya. Akibatnya kedua perempuan itu bertengkar hebat memperebutkan bayi yang lolos dari maut tersebut .

Karena sama-sama ngototnya dan tidak ada penyelesaian, maka keduanya menghadap Nabi Sulaiman a.s. untuk meminta keputusan-siapa gerangan yang berhak memiliki bayi itu.

Menghadapi persoalan itu, Nabi Sulaiman berpikir keras. Ia tidak mengetahui latar belakang keduanya karena tempat tinggal mereka berdua yang cukup terpencil. “Jadi, anak siapa bayi ini?” tanya Nabi Sulaiman.


Perempuan yang gemuk menjawab lantang, “Anakku. Sungguh mati dia anakku. Lihatlah wajahnya mirip dengan suamiku.”

Belum selesai si perempuan gemuk berbicara, perempuan satunya laig menukas dengan keras. “Bukan, wahai Nabi yang bijaksana. Bayi itu betul-betul anakku.”

Nabi Sulaiman berkali-kali memperingatkan agar mereka berkata jujur, jangan bohong. Namun tetap saja kedua perempuan itu tidak ada yang mengalah. Malah semakin sengit. Lagi-lagi hal ini semakin membingungkan Nabi yang mempunyai paras tampan itu.

Nabi Sulaiman terdiam sejenak. Ia memandangi wajah keduanya. Keduanya sama-sama begitu meyakinkan. Tapi jelas, hanya ada satu ibu untuk bayi yang kini di hadapannya itu. Setelah berpikir dalam wkatu yang sangat lama, akhirnya Nabi Sulaiman memanggil seorang algojo untuk membawa golok yang tajam.

Nabi Sulaiman berkata kepada keduanya, “Mengingat kalian berdua sama-sama mengakui anak ini sebagai milik kalian, maka aku memutuskan bayi ini dibelah menjadi dua oleh algojo kerajaan. Bukankah itu adil? Dan tiap bagian akan diberikan kepada kalian berdua….”

Kedua perempuan itu sama-sama terperangah. Mereka sama-sama tidak mempercayai apa yang barusan mereka dengar dari Nabi yang kaya raya namun sangat bijaksana itu. Jika dibelah, tentulah bayi itu akan mati juga. Bagaimana ini? Mereka menunggu dengan berdebar-debar. Apakah benar seperti itu yang bakal dilakukan oleh Nabi Sulaiman?

Tatkala algojo sudah membaringkan bayi tersebut di altar untuk dibelah, dan ia mulai mengangkat goloknya, Nabi Sulaiman mengangkat tangannya menyuruh si algojo untuk berhenti sejenak. Kemudian Nabi Sulaiman kembali berkata kepada kedua perempuan itu, “Masih juga tidak ada yang mau mengalah? Atau mengakui keberadaan yang sebenarnya, siapakah di antara kalian yang betul-betul ibu dari anak ini?”

Mereka berdua tetap pada pendirian masing-masing. Melihat itu Nabi Sulaiman segera mengeluarkan titah agar algojo tidak usah ragu-ragu untuk membelah bayi tidak berdoa itu dengan goloknya yang telah banyak memenggal leher para durjana.

Begitu algojo siap hendak mengayunkan genggamannya, perempuan yang gemuk berteriak bahwa keputusan itu sangat adil dan ia setuju agar bayi itu benar-benar dibelah.

Namun tatkala golok itu hampir menimpa tubuh si bayi, wanita yang agak kurus menjerit, “Jangan! Jangan dibunuh anak itu! Biarkan aku relakan bayi itu untuk dipelihara oleh tetanggaku ini. Daripada dia dibunuh di depan mataku sendiri….”

Nabi Sulaiman pun buru-buru memberi isyarat supaya algojo mengurungkan pelaksanaan keputusan tersebut. Nabi memandangi keduanya lagi. Kemudian beliau berkata kepada perempuan yang kurus, “Wahai ibu yang tulus ikhlas, bayi ini adalah anakmu. Bawalah dia pulang dan rawatlah baik-baik. Dan engkau, hai perempuan!” ujarnya, “Jangan kau ulangi lagi melakukan bohong dan sumpah palsu, sebab engkau bukan ibu bayi itu. Anakmulah yang mati dilahap serigala.”

Betapa gembiranya ibu yang kurus. Dan alangkah malunya wanita yang lebih gemuk karena kecurangannya diketahui oleh Nabi Sulaiman.

Setelah keduanya berlalu, kepada para punggawa Nabi yang juga menjadi raja itu berkata menjelaskan, “Tahukah kalian mengapa aku berpendapat bahwa wanita yang kurus itu ibu bayi yang asli?”

Mereka menggeleng, “Hanya Nabi Allah yang tahu jawabannya.”

Nabi Sulaiman menukas, “Seorang ibu yang asli, bagaimana pun juga tak akan tega hatinya menyaksikan darah dagingnya dibunuh di hadapan matanya sendiri.”

Semua yang hadir mengangguk-anggukkan kepalanya. Hari itu mereka belajar, bahwa kebohongan, serapat dan sekecil apapun akan tetap terungkap.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/aku-rela-bayi-itu-untuknya/



Share

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger