Laksma TNI Mulyadi,S.IP,M.AP.,setelah mengikuti upacara penurunan bendera di Istana Merdeka
Siapa yang menyangka Laksma TNI Mulyadi yang dulunya adalah anak pensiunan TNI yang berekonomi sederhana kini sukses meniti karir di TNI AL dengan pangkat Laksamana Pertama dan jabatan Kepala Dinas Pengadaan TNI AL (KADISADAL). Dan yang membuat saya bangga menulis artikel ini ternyata Pak Mulyadi adalah alumni SMAN 1 PONCOWATI yang sekarang berubah menjadi SMAN1 TERBANGGI BESAR,LAMPUNG TENGAH, LAMPUNG yang notabene itu adalah SMA tempat saya menggali ilmu sekarang,hehe..
Kemudian artikel ini saya buat sebagai pelecut semangat para siswa SMAN 1 TERBANGGI BESAR yang akhir-akhir ini menurut saya turun untuk bisa sukses seperti Pak Mulyadi ini. Sumber materi ini saya ambil dari tulisan pak Arif Rahman Hakim (adik kelas pak Mulyadi) di akun facebook miliknya yang baru saya add. Inilah kisahnya....
Desa Bandar Agung, Kecamatan Terusan Nunyai (dulu Kecamatan Terbanggi Besar), Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, adalah desa transmigrasi TNI Angkatan Darat (Transad). Bandar Agung dibangun tahun 1973, dan para penghuninya adalah tentara dari Kodam Jaya, Kodam Brawijaya, Kodam Diponegoro, Kodam Siliwangi, dan Kodam Sriwijaya yang menjelang masa persiapan pensiun dan mereka pensiun tahun 1975. Pangkat tertinggi para purnawirawan TNI itu adalah kapten. Desa itu terletak sekitar 100 km dari Bandar Lampung, ibukota Provinsi Lampung. Para purnawirawan TNI itu bersama keluarganya bahu-membahu membangun desa yang berlokasi di tengah hutan itu.
Saat itu fasilitas pendidikan yang tersedia di Bandar Agung adalah 2 buah TK, 2 buah SD, dan sebuah SMP persiapan negeri. Setelah tamat SMP, umumnya anak-anak Bandar Agung melanjutkan pendidikan ke SMA, SMEA, STM, dan SPG di Desa Transad Poncowati yang terletak sekitar 17 km dari Bandar Agung.
Di antara warga Bandar Agung yang paling terkenal adalah keluarga Warsito yang berdomisili di Jl. Pahlawan No. 179. Warsito, pensiunan TNI dengan pangkat terakhir kopral satu, dan mempunyai enam anak. Warsito yang berekonomi sederhana berhasil mengantarkan anak-anaknya meraih kesuksesan. Dan wajar jika keluarga Warsito menjadi teladan bagi warga Bandar Agung.
Popularitas keluarga Warsito melejit ketika seorang putranya, Mulyadi, diterima di AKABRI Laut tahun 1981 dan lulus tahun 1985. Kini pangkatnya Laksamana Pertama (Laksma) TNI atau jenderal bintang satu, dan jabatannya adalah Kepala Dinas Pengadaan TNI AL (Kadisadal). Jabatan itu disandangnya sejak 25 Juli 2012.
Bagaimana Mulyadi meraih kesuksesan tersebut?
“Apa yang saya peroleh ini berkat doa dan bimbingan orang tua. Bapak dan ibu menekankan begitu pentingnya pendidikan, dan karena itu anak-anaknya harus sekolah setinggi mungkin. Selain itu sejak dini bapak dan ibu menanamkan nilai-nilai keagamaan sebagai bekal ke akhirat. Saya dan saudara-saudara diwajibkan sholat dan mengaji sejak kecil,” kata Mulyadi.
Anak kedua dari enam bersaudara ini berotak cemerlang dan ulet. Sejak SD hingga SMA ia selalu menduduki ranking satu di sekolah. Mulyadi tamat SMP tahun 1976, lalu melanjutkan ke SMAN Poncowati tahun 1977 dan tamat tahun 1981. Saat SMA pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 25 Maret 1961, ini harus bekerja keras. Karena keterbatasan ekonomi orang tuanya, di hari-hari libur ia bekerja sebagai kuli: menurunkan pasir dari truk. Upah yang diperolehnya dipergunakan untuk membeli buku tulis dan buku pelajaran. Dia tak malu bekerja sebagai kuli, karena yang penting pekerjaan itu halal. Sedangkan untuk menuju ke sekolah, Mulyadi nebeng truk dan gratis. Begitu pula pulang sekolah. Ia jarang sekali mendapat uang saku dari orang tuanya.
Karena berotak cerdas dan pintar bergaul, Mulyadi mempunyai banyak teman. Dan ia sering ditraktir makan oleh teman-temannya.
Mulyadi saat SMA bertubuh kerempeng dan berambut kribo. Ia gemar bermain sepak bola dan menjadi striker kesebelasan Bandar Agung. Banyak yang menjulukinya “Rully Nere”-nya Bandar Agung. Pada masa itu pemain sepak bola nasional Rully Nere sedang naik daun, dan gaya permainannya ditiru oleh Mulyadi. Selain sepak bola, Mulyadi juga hobi berolah raga tenis meja dan bulu tangkis. Kegemarannya berolah raga tersebut kelak bermanfaat ketika ia diterima menjadi taruna AKABRI.
Buah hati pasangan almarhum Warsito dan Hj. Marsitah ini lulus SMA dengan nilai tertinggi. Kemudian ia mencoba mengadu peruntungan mendaftar di AKABRI melalui Korem Garuda Hitam, Lampung. Seorang temannya datang ke rumah Mulyadi dan membawa berita yang mengejutkan dan sekaligus menggembirakan, yakni nama Mulyadi disebut di RRI Stasiun Tanjungkarang sebagai calon taruna yang berhak mengikuti tahapan tes selanjutnya. Mulyadi tak menyia-nyiakan peluang itu, dan akhirnya lulus di tingkat provinsi, dan selanjutnya diterima sebagai taruna AKABRI Laut di Magelang, Jawa Tengah.
Tahun 1985 Mulyadi lulus AKABRI, dan selanjutnya ia mengikuti berbagai kursus, antara lain kursus Suspaja (1985), Sus P4 45 jam (1986), Diksespa (1990), Diklapa (1992), Seskoal (1998-1999), Sus Danlanal (2000), dan Sesko TNI (2008). Selain itu ia meraih gelar Sarjana Perikanan (S.Pi.) tahun 2001 dan Magister Administrasi Publik (M.A.P) tahun 2004.
Tahun 1985 pangkatnya Letnan Dua, lalu naik menjadi Letnan Satu (1988), Kapten (1991), Mayor (1996), Letnan Kolonel (2000), Kolonel (2005), dan Laksamana Pertama sejak 10 Mei 2011. Berbagai jabatan diembannya, antara lain Kasubdis Teknokap Dismatal (2006-2007), Aslog Danlantantamal V (2007-2008), Sahli “B” Komsos Pangartim (2008-2009), Aslog Pangarmatim (2010-2011), Pati Sahli KSAL Bidang Iptek (2011), Staf Khusus KSAL (2011-2012), dan Kepala Dinas Pengadaan TNI AL sejak 25 Juli 2012.
Penugasan dan latihan yang diikutinya adalah Operasi Penyeberangan KRI WIR-379 dari Jerman ke Indonesia tahun 1994, Pengamanan SU MPR 1997, Latihan Operasi Laut Gabungan tahun 1997, muhibah ke Filipina tahun 1998, FCP Kakadu 4/99 ke Darwin, Australia, tahun 1999, pengamanan jajak pendapat Timor Timur tahun 1999, Latihan Armada Jaya Tahun 2005 sebagai Deputi Administrasi Logistik, Pokja Penyusunan Permenhan tentang Perbendaharaan Materiel Dephan/ TNI tahun 2007, dan lain-lain.
Selain Mulyadi, anak Warsito lainnya yang juga meraih kesuksesan adalah Djunaedi. Anak sulung ini bekerja sebagai polisi di Polda Jawa Barat. Sedangkan adik Mulyadi, yakni Mulyono, berpangkat Letnan Kolonel TNI AD dan saat ini dinas di Kodam Siliwangi. Adik Mulyadi yang lain, yakni Mulyanto, menduduki jabatan cukup strategis di sebuah perbankan swasta di Bandung.
Mulyadi mensyukuri apa yang diperolehnya. Kebahagiaannya bertambah karena ia berhasil memberangkatkan sang ibunda ke tanah suci. “Alhamdulillah, saya bersyukur sekali karena dapat memberangkatkan ibu naik haji,” katanya.
Ia menikah dengan Emmi Widjayati dan dikaruniai tiga anak, yakni Didit Setya Nugraha, Dedi Setya Wardhana, dan Dandy Setyo Utomo.
Meskipun telah menjadi jenderal, Mulyadi tetap rendah hati. Di berbagai pertemuan dengan alumni SMAN Poncowati dan mantan pelajar Poncowati ia selalu menekankan ia bangga menjadi anak transmigran. Anak transmigran tak perlu rendah diri alias minder karena mempunyai kesempatan yang sama dengan anak-anak lain. “Anak transmigran bisa maju asal mau bekerja keras dan prihatin,” katanya.
Saat itu fasilitas pendidikan yang tersedia di Bandar Agung adalah 2 buah TK, 2 buah SD, dan sebuah SMP persiapan negeri. Setelah tamat SMP, umumnya anak-anak Bandar Agung melanjutkan pendidikan ke SMA, SMEA, STM, dan SPG di Desa Transad Poncowati yang terletak sekitar 17 km dari Bandar Agung.
Di antara warga Bandar Agung yang paling terkenal adalah keluarga Warsito yang berdomisili di Jl. Pahlawan No. 179. Warsito, pensiunan TNI dengan pangkat terakhir kopral satu, dan mempunyai enam anak. Warsito yang berekonomi sederhana berhasil mengantarkan anak-anaknya meraih kesuksesan. Dan wajar jika keluarga Warsito menjadi teladan bagi warga Bandar Agung.
Popularitas keluarga Warsito melejit ketika seorang putranya, Mulyadi, diterima di AKABRI Laut tahun 1981 dan lulus tahun 1985. Kini pangkatnya Laksamana Pertama (Laksma) TNI atau jenderal bintang satu, dan jabatannya adalah Kepala Dinas Pengadaan TNI AL (Kadisadal). Jabatan itu disandangnya sejak 25 Juli 2012.
Bagaimana Mulyadi meraih kesuksesan tersebut?
“Apa yang saya peroleh ini berkat doa dan bimbingan orang tua. Bapak dan ibu menekankan begitu pentingnya pendidikan, dan karena itu anak-anaknya harus sekolah setinggi mungkin. Selain itu sejak dini bapak dan ibu menanamkan nilai-nilai keagamaan sebagai bekal ke akhirat. Saya dan saudara-saudara diwajibkan sholat dan mengaji sejak kecil,” kata Mulyadi.
Anak kedua dari enam bersaudara ini berotak cemerlang dan ulet. Sejak SD hingga SMA ia selalu menduduki ranking satu di sekolah. Mulyadi tamat SMP tahun 1976, lalu melanjutkan ke SMAN Poncowati tahun 1977 dan tamat tahun 1981. Saat SMA pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 25 Maret 1961, ini harus bekerja keras. Karena keterbatasan ekonomi orang tuanya, di hari-hari libur ia bekerja sebagai kuli: menurunkan pasir dari truk. Upah yang diperolehnya dipergunakan untuk membeli buku tulis dan buku pelajaran. Dia tak malu bekerja sebagai kuli, karena yang penting pekerjaan itu halal. Sedangkan untuk menuju ke sekolah, Mulyadi nebeng truk dan gratis. Begitu pula pulang sekolah. Ia jarang sekali mendapat uang saku dari orang tuanya.
Karena berotak cerdas dan pintar bergaul, Mulyadi mempunyai banyak teman. Dan ia sering ditraktir makan oleh teman-temannya.
Mulyadi saat SMA bertubuh kerempeng dan berambut kribo. Ia gemar bermain sepak bola dan menjadi striker kesebelasan Bandar Agung. Banyak yang menjulukinya “Rully Nere”-nya Bandar Agung. Pada masa itu pemain sepak bola nasional Rully Nere sedang naik daun, dan gaya permainannya ditiru oleh Mulyadi. Selain sepak bola, Mulyadi juga hobi berolah raga tenis meja dan bulu tangkis. Kegemarannya berolah raga tersebut kelak bermanfaat ketika ia diterima menjadi taruna AKABRI.
Buah hati pasangan almarhum Warsito dan Hj. Marsitah ini lulus SMA dengan nilai tertinggi. Kemudian ia mencoba mengadu peruntungan mendaftar di AKABRI melalui Korem Garuda Hitam, Lampung. Seorang temannya datang ke rumah Mulyadi dan membawa berita yang mengejutkan dan sekaligus menggembirakan, yakni nama Mulyadi disebut di RRI Stasiun Tanjungkarang sebagai calon taruna yang berhak mengikuti tahapan tes selanjutnya. Mulyadi tak menyia-nyiakan peluang itu, dan akhirnya lulus di tingkat provinsi, dan selanjutnya diterima sebagai taruna AKABRI Laut di Magelang, Jawa Tengah.
Tahun 1985 Mulyadi lulus AKABRI, dan selanjutnya ia mengikuti berbagai kursus, antara lain kursus Suspaja (1985), Sus P4 45 jam (1986), Diksespa (1990), Diklapa (1992), Seskoal (1998-1999), Sus Danlanal (2000), dan Sesko TNI (2008). Selain itu ia meraih gelar Sarjana Perikanan (S.Pi.) tahun 2001 dan Magister Administrasi Publik (M.A.P) tahun 2004.
Tahun 1985 pangkatnya Letnan Dua, lalu naik menjadi Letnan Satu (1988), Kapten (1991), Mayor (1996), Letnan Kolonel (2000), Kolonel (2005), dan Laksamana Pertama sejak 10 Mei 2011. Berbagai jabatan diembannya, antara lain Kasubdis Teknokap Dismatal (2006-2007), Aslog Danlantantamal V (2007-2008), Sahli “B” Komsos Pangartim (2008-2009), Aslog Pangarmatim (2010-2011), Pati Sahli KSAL Bidang Iptek (2011), Staf Khusus KSAL (2011-2012), dan Kepala Dinas Pengadaan TNI AL sejak 25 Juli 2012.
Penugasan dan latihan yang diikutinya adalah Operasi Penyeberangan KRI WIR-379 dari Jerman ke Indonesia tahun 1994, Pengamanan SU MPR 1997, Latihan Operasi Laut Gabungan tahun 1997, muhibah ke Filipina tahun 1998, FCP Kakadu 4/99 ke Darwin, Australia, tahun 1999, pengamanan jajak pendapat Timor Timur tahun 1999, Latihan Armada Jaya Tahun 2005 sebagai Deputi Administrasi Logistik, Pokja Penyusunan Permenhan tentang Perbendaharaan Materiel Dephan/ TNI tahun 2007, dan lain-lain.
Selain Mulyadi, anak Warsito lainnya yang juga meraih kesuksesan adalah Djunaedi. Anak sulung ini bekerja sebagai polisi di Polda Jawa Barat. Sedangkan adik Mulyadi, yakni Mulyono, berpangkat Letnan Kolonel TNI AD dan saat ini dinas di Kodam Siliwangi. Adik Mulyadi yang lain, yakni Mulyanto, menduduki jabatan cukup strategis di sebuah perbankan swasta di Bandung.
Mulyadi mensyukuri apa yang diperolehnya. Kebahagiaannya bertambah karena ia berhasil memberangkatkan sang ibunda ke tanah suci. “Alhamdulillah, saya bersyukur sekali karena dapat memberangkatkan ibu naik haji,” katanya.
Ia menikah dengan Emmi Widjayati dan dikaruniai tiga anak, yakni Didit Setya Nugraha, Dedi Setya Wardhana, dan Dandy Setyo Utomo.
Meskipun telah menjadi jenderal, Mulyadi tetap rendah hati. Di berbagai pertemuan dengan alumni SMAN Poncowati dan mantan pelajar Poncowati ia selalu menekankan ia bangga menjadi anak transmigran. Anak transmigran tak perlu rendah diri alias minder karena mempunyai kesempatan yang sama dengan anak-anak lain. “Anak transmigran bisa maju asal mau bekerja keras dan prihatin,” katanya.
Semoga semakin sukses, Laksamana Pertama Mulyadi
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar