Budaya Ketupat

Bookmark and Share

Hari raya lebaran atau idul fitri rasanya sudah menjadi fenomena kebudayaan Indonesia yang mendapati kekhasan dalam ketupat. Namun, sudahkah terpikir apa makna ketupat itu? Marilah kita menelaah sampai sejauh mana ketupat menjadi ikon dan simbul atau lambang kedalam norma norma keseharian: simbul adalah lapis pemaknaan reflektif atas lambang yang terkait struktur kebudayaan.
Sebagai ikon, ketupat dideskripsikan sebagai makanan berbahan beras yang dibungkus daun muda pohon kelapa atau janur. Ikonografis ketupat lalu dimunculkan sebagai romantisme menyambut lebaran.
Sebagai symbol atau lambang, ketupat member arti penting dalam proses perayaan. Contohnya, masyarakat jawa membagi perayaan lebaran menjadi dua: Idhul fitri dan Lebaran ketupat, idhul fitri jatuh pada 1 Syawal, sedangkan lebaran ketupat adalah satu minggu setelahnya ( 7 Syawal). Secara Historis, ketupat lahir dari kebudayaan pesisiran. Sumber dari Malay Annal (1912) oleh HJ De Graaf menyebutkan, ketupat merupakan symbol perayaan hari raya islam pada masa pemerintahan Raden Fatah (Raden Patah) pada awal abad ke – 15.
Ketupat dibungkus dengan janur , mengapa janur? De Graaf menduga duga secara antropologis karena pohon kelapa kebanyakan tumbuh didataran rendah, selain itu warna kuning memberi arti khas untuk membedakan dari warna hijau dari timur tengah dan merah dari asia timur.
Etimologi kata ketupat, yakni  ‘kupat’ (kamus bahasa jawa: Slamet mulyono) kupat adalah singkatan dari ngaku lepat = mengaku bersalah. Kata ini menuntut kita menghilangkan rasa benci , tersinggung dan instropeksi diri agar kita saling memaafkan. Ketupat membimbing manusia pada fase pemahaman paling ultima tentang hakikat manusia.
Bilamana kita menikmati ketupat sayur kapan saja, sebetulnya menu itu ingin menghadirkan budaya ketupat dalam kehidupan sehari hari, bukan hanya setahun sekali saja.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger