VIVAnews - Ketangguhan dan kekuatan ekonomi negara-negara Asia makin menjadi andalan dalam memperbaiki tatanan ekonomi dunia yang tengah dilanda krisis. Dengan perannya yang begitu besar, tak salah bila kekayaan negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), China, dan India pun diprediksi bakal melampaui Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Prediksi itu disampaikan oleh lembaga yang tak sembarangan. Dalam laporan terbaru bertajuk ASEAN, The PRC, and India: The Great Transformation yang dikeluarkan Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Asian Development Bank Institute (ADBI), disebutkan secara tegas bahwa terlewatinya kekayaan AS dan Eropa oleh negara-negara itu bisa tercapai dalam 18 tahun mendatang atau 2030.
Dalam laporannya, Presiden ADB, Haruhiko Kuroda menyatakan bahwa pembangunan di kawasan regional ASEAN, China, dan India telah berada di jalur yang benar untuk meningkatkan kualitas hidup warganya.
Kuroda mengatakan, pada 2030, China bakal menggapai status negara dengan pendapatan tinggi. Tak berada jauh di belakangnya, negara di kawasan ASEAN dan India juga mengalami pertumbuhan meroket. "Ketiganya akan menjadi rumah bagi konsumen, produsen, investor, dan perusahaan pembiayaan dunia," katanya.
Kendati mengapresiasi pencapaian ekonomi, ADB dan ADBI mengingatkan tiga kawasan ekonomi ini agar terus meningkatkan pasar domestik serta institusi mereka untuk mempertahankan pembangunan berkelanjutan. Tanpa pertumbuhan inklusif, pendapatan yang makin melebar dan ketimpangan sosial justru akan mengganggu stabilitas negaranya.
Kedua lembaga internasional itu juga mengusulkan agar ketiga kawasan tersebut terus meningkatkan produktivitas lewat inovasi dan teknologi baru, mempertahankan pengetahuan berbasis ekonomi, membangun konektivitas, serta mereformasi dan membangun sektor keuangan.
Langkah lain adalah memperkuat keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas institusi, serta memberantas aksi korupsi agar pertumbuhan inklusif dan kualitas hidup semakin membaik.
****
Laporan ADB soal pertumbuhan dahsyat dari ekonomi ASEAN, China, dan India menambah panjang daftar prediksi yang pernah dibuat sejumlah lembaga keuangan nasional dan internasional.
Dalam laporan khusus Standard Chartered (Stanchart) berjudul "The Super-Cycle Report", disebutkan Indonesia mulai menjadi negara bersinar bahkan bakal menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia dalam dua dekade mendatang. Berada di posisi kelima, Indonesia akan tampil mendampingi China, Amerika Serikat, India dan Brazil.
Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi China yang akan menjadi 6,9 persen selama dua dekade mendatang, China diprediksi menyalip AS untuk sebagai negara adidaya ekonomi dunia pada 2020.
Total PDB China saat itu sekitar US$24,6 triliun, meningkat dibanding 2010 sebesar US$5,9 triliun. Sedangkan, PDB AS sendiri diperkirakan mencapai US$23,3 triliun meningkat dibanding 2010 sebesar US$14,6 triliun.
Pertumbuhan ekonomi India naik 9,3 persen dalam periode yang sama dan mengekori AS sebagai perekonomian terbesar ketiga pada 2030. PDB India akan mencapai US$9,6 triliun. Posisi India langsung melesat, karena pada 2010 negara ini tidak masuk dalam daftar negara terbesar.
Sebelumnya, Goldman Sachs Group juga telah memperkenalkan empat negara calon kekuatan ekonomi barudunia pada 2020 dengan sebutan BRIC, kepanjangan dari Brazil, Rusia, India dan China. BRIC akan menjadi kekuatan ekonomi paling dominan pada 2050.
Selain BRIC, Goldman Sachs membuat istilah baru, yakni Next11. Ini mencakup Indonesia, Turki, Korea Selatan, Meksiko, Iran, Nigeria, Mesir, Filipina, Pakistan, Vietnam dan Bangladesh.
Lembaga keuangan lainnya, Morgan Stanley malah mengusulkan tambahan Indonesia pada BRIC menjadi BRICI. Alasannya, dalam lima tahun ke depan, lembaga terkemuka ini memperkirakan PDB Indonesia bakal mencapai US$800 miliar.
Majalah bergengsi The Economist, pada Juli 2010 juga memasukkan Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi baru pada 2030 di luar BRIC. The Economist mengenalkan akronim baru dengan sebutan CIVETS, kepanjangan dari Colombia, Indonesia, Vietnam, Egypt, Turkey dan South Africa.
Indonesia di mana?
"Prediksi ADB sangat mungkin sekali. Sekarang saja China sudah menjadi negara terkaya kedua di dunia," kata Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti, dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Kamis, 3 Mei 2012.
Menurut Destry, prediksi ADB tersebut semakin menegaskan perkiraan pertumbuhan rata-rata ekonomi negara ASEAN, dan Indonesia, yang bakal melewati AS dan Eropa.
Walau tak spesifik menyebut Indonesia, Destry menilai, negara ini memiliki posisi paling vital bagi perkembangan ekonomi ASEAN. Dengan kontribusi 43 persen bagi pertumbuhan ekonomi ASEAN, Indonesia dipastikan bakal menjadi pemimpin dari perkembangan perekonomian kawasan serumpun ini.
"50 persen penduduk ASEAN itu berada di Indonesia. Ini adalah pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara," kata dia.
Komite Ekonomi Nasional (KEN) dalam sebuah kesempatan pernah mengungkapkan, ekonomi Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 40-42 persen dari total ekonomi ASEAN. Angka tersebut akan tumbuh menjadi 50 persen pada 2015 dan 60 persen untuk 2020.
Kekuatan ekonomi Indonesiaterutama berasal dari struktur demografi penduduknya. Saat ini, Indonesia mulai menikmati bonus dari jumlah penduduk yang banyak, karena jumlah angkatan produktif jauh lebih besar dan mulai berjalan.
"Saat ini, 100 orang usia produktif yang memiliki pendapatan hanya akan menanggung 55 orang penduduk yang tidak mempunyai pendapatan," kata Ketua KEN, Chairul Tanjung.
Selain itu, faktor pendorong perekonomian Indonesia juga diperkirakan masih ditopang oleh sumber daya alam dan komoditas serta pertumbuhan konsumsi masyarakat yang sangat tinggi.
Perhitungan KEN memperkirakan ukuran ekonomi Indonesia pada 2013 bisa mencapai US$1,4 triliun dengan asumsi pertumbuhan 15 persen. Angka tersebut sedikit lebih besar dibandingkan versi Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan ukuran ekonomi Indonesia akan mencapai US$1 triliun dengan pertumbuhan 10 persen per tahun.
Kendati yakin dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang makin meroket, Destry menganggap masalah infrastruktur masih akan menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi ASEAN dan Indonesia. Di luar Malaysia dan Singapura, masalah utama di negara-negara ini memang berasal dari infrastruktur.
Namun, masalah tersebut sebetulnya bisa menjadi sebuah peluang yang bisa menjadi sumber akselerasi pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Dengan pembangunan yang makin masif, produk domestik bruto (PDB) dipastikan semakin membesar.
"Tinggal pertanyaannya, bagaimana implementasi dari kebijakan pembangunan infrastruktur itu?" tanya Destry.
Selain infrastruktur, persoalan lain yang harus diselesaikan Indonesia adalah birokrasi dan korupsi. Kedua masalah ini pula yang masih banyak ditemui di China dan India.
"Ini semua sebetulnya hambatan. Namun ketika semua bisa diselesaikan, hal itu bisa menjadi peluang ke depan bahkan mendorong perekonomian Indonesia berlari lebih kencang," kata Destry. "Sebetulnya in paper semua sudah siap, tinggal masalah mengarahkannya."
Prediksi itu disampaikan oleh lembaga yang tak sembarangan. Dalam laporan terbaru bertajuk ASEAN, The PRC, and India: The Great Transformation yang dikeluarkan Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Asian Development Bank Institute (ADBI), disebutkan secara tegas bahwa terlewatinya kekayaan AS dan Eropa oleh negara-negara itu bisa tercapai dalam 18 tahun mendatang atau 2030.
Dalam laporannya, Presiden ADB, Haruhiko Kuroda menyatakan bahwa pembangunan di kawasan regional ASEAN, China, dan India telah berada di jalur yang benar untuk meningkatkan kualitas hidup warganya.
Kuroda mengatakan, pada 2030, China bakal menggapai status negara dengan pendapatan tinggi. Tak berada jauh di belakangnya, negara di kawasan ASEAN dan India juga mengalami pertumbuhan meroket. "Ketiganya akan menjadi rumah bagi konsumen, produsen, investor, dan perusahaan pembiayaan dunia," katanya.
Kendati mengapresiasi pencapaian ekonomi, ADB dan ADBI mengingatkan tiga kawasan ekonomi ini agar terus meningkatkan pasar domestik serta institusi mereka untuk mempertahankan pembangunan berkelanjutan. Tanpa pertumbuhan inklusif, pendapatan yang makin melebar dan ketimpangan sosial justru akan mengganggu stabilitas negaranya.
Kedua lembaga internasional itu juga mengusulkan agar ketiga kawasan tersebut terus meningkatkan produktivitas lewat inovasi dan teknologi baru, mempertahankan pengetahuan berbasis ekonomi, membangun konektivitas, serta mereformasi dan membangun sektor keuangan.
Langkah lain adalah memperkuat keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas institusi, serta memberantas aksi korupsi agar pertumbuhan inklusif dan kualitas hidup semakin membaik.
****
Laporan ADB soal pertumbuhan dahsyat dari ekonomi ASEAN, China, dan India menambah panjang daftar prediksi yang pernah dibuat sejumlah lembaga keuangan nasional dan internasional.
Dalam laporan khusus Standard Chartered (Stanchart) berjudul "The Super-Cycle Report", disebutkan Indonesia mulai menjadi negara bersinar bahkan bakal menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia dalam dua dekade mendatang. Berada di posisi kelima, Indonesia akan tampil mendampingi China, Amerika Serikat, India dan Brazil.
Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi China yang akan menjadi 6,9 persen selama dua dekade mendatang, China diprediksi menyalip AS untuk sebagai negara adidaya ekonomi dunia pada 2020.
Total PDB China saat itu sekitar US$24,6 triliun, meningkat dibanding 2010 sebesar US$5,9 triliun. Sedangkan, PDB AS sendiri diperkirakan mencapai US$23,3 triliun meningkat dibanding 2010 sebesar US$14,6 triliun.
Pertumbuhan ekonomi India naik 9,3 persen dalam periode yang sama dan mengekori AS sebagai perekonomian terbesar ketiga pada 2030. PDB India akan mencapai US$9,6 triliun. Posisi India langsung melesat, karena pada 2010 negara ini tidak masuk dalam daftar negara terbesar.
Sebelumnya, Goldman Sachs Group juga telah memperkenalkan empat negara calon kekuatan ekonomi barudunia pada 2020 dengan sebutan BRIC, kepanjangan dari Brazil, Rusia, India dan China. BRIC akan menjadi kekuatan ekonomi paling dominan pada 2050.
Selain BRIC, Goldman Sachs membuat istilah baru, yakni Next11. Ini mencakup Indonesia, Turki, Korea Selatan, Meksiko, Iran, Nigeria, Mesir, Filipina, Pakistan, Vietnam dan Bangladesh.
Lembaga keuangan lainnya, Morgan Stanley malah mengusulkan tambahan Indonesia pada BRIC menjadi BRICI. Alasannya, dalam lima tahun ke depan, lembaga terkemuka ini memperkirakan PDB Indonesia bakal mencapai US$800 miliar.
Majalah bergengsi The Economist, pada Juli 2010 juga memasukkan Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi baru pada 2030 di luar BRIC. The Economist mengenalkan akronim baru dengan sebutan CIVETS, kepanjangan dari Colombia, Indonesia, Vietnam, Egypt, Turkey dan South Africa.
Indonesia di mana?
"Prediksi ADB sangat mungkin sekali. Sekarang saja China sudah menjadi negara terkaya kedua di dunia," kata Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti, dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Kamis, 3 Mei 2012.
Menurut Destry, prediksi ADB tersebut semakin menegaskan perkiraan pertumbuhan rata-rata ekonomi negara ASEAN, dan Indonesia, yang bakal melewati AS dan Eropa.
Walau tak spesifik menyebut Indonesia, Destry menilai, negara ini memiliki posisi paling vital bagi perkembangan ekonomi ASEAN. Dengan kontribusi 43 persen bagi pertumbuhan ekonomi ASEAN, Indonesia dipastikan bakal menjadi pemimpin dari perkembangan perekonomian kawasan serumpun ini.
"50 persen penduduk ASEAN itu berada di Indonesia. Ini adalah pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara," kata dia.
Komite Ekonomi Nasional (KEN) dalam sebuah kesempatan pernah mengungkapkan, ekonomi Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 40-42 persen dari total ekonomi ASEAN. Angka tersebut akan tumbuh menjadi 50 persen pada 2015 dan 60 persen untuk 2020.
Kekuatan ekonomi Indonesiaterutama berasal dari struktur demografi penduduknya. Saat ini, Indonesia mulai menikmati bonus dari jumlah penduduk yang banyak, karena jumlah angkatan produktif jauh lebih besar dan mulai berjalan.
"Saat ini, 100 orang usia produktif yang memiliki pendapatan hanya akan menanggung 55 orang penduduk yang tidak mempunyai pendapatan," kata Ketua KEN, Chairul Tanjung.
Selain itu, faktor pendorong perekonomian Indonesia juga diperkirakan masih ditopang oleh sumber daya alam dan komoditas serta pertumbuhan konsumsi masyarakat yang sangat tinggi.
Perhitungan KEN memperkirakan ukuran ekonomi Indonesia pada 2013 bisa mencapai US$1,4 triliun dengan asumsi pertumbuhan 15 persen. Angka tersebut sedikit lebih besar dibandingkan versi Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan ukuran ekonomi Indonesia akan mencapai US$1 triliun dengan pertumbuhan 10 persen per tahun.
Kendati yakin dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang makin meroket, Destry menganggap masalah infrastruktur masih akan menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi ASEAN dan Indonesia. Di luar Malaysia dan Singapura, masalah utama di negara-negara ini memang berasal dari infrastruktur.
Namun, masalah tersebut sebetulnya bisa menjadi sebuah peluang yang bisa menjadi sumber akselerasi pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Dengan pembangunan yang makin masif, produk domestik bruto (PDB) dipastikan semakin membesar.
"Tinggal pertanyaannya, bagaimana implementasi dari kebijakan pembangunan infrastruktur itu?" tanya Destry.
Selain infrastruktur, persoalan lain yang harus diselesaikan Indonesia adalah birokrasi dan korupsi. Kedua masalah ini pula yang masih banyak ditemui di China dan India.
"Ini semua sebetulnya hambatan. Namun ketika semua bisa diselesaikan, hal itu bisa menjadi peluang ke depan bahkan mendorong perekonomian Indonesia berlari lebih kencang," kata Destry. "Sebetulnya in paper semua sudah siap, tinggal masalah mengarahkannya."
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar